Friday, December 18, 2015

Kisah Inspiratif dari Pinggir Kota Amsterdam



                                              PELAJARAN DARI SEORANG ANAK



Setiap selesai sholat jum'at tiap pekannya, seorang imam (masjid) dan anaknya (yg berumur 11 tahun) mempunyai jadwal membagikan buku – buku islam, diantaranya buku at-thoriq ilal jannah (jalan menuju surga). Mereka membagikannya di daerah mereka di pinggiran Kota Amsterdam.
***
Namun tibalah suatu hari, ketika kota tersebut diguyuri hujan yang sangat lebat dengan suhu yang sangat dingin.
Sang anakpun mempersiapkan dirinya dengan memakai beberapa lapis pakaian demi mengurangi rasa dingin. Setelah selesai mempersiapkan diri, ia berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, aku telah siap" ayahnya menjawab : "Siap untuk apa?" , ia berkata: "Untuk membagikan buku (seperti biasanya)", sang ayahpun berucap: "Suhu sangat dingin diluar sana, belum lagi hujan lebat yang mengguyur", sang anak menimpali dengan jawaban yang menakjubkan : "akan tetapi, sungguh banyak orang yang berjalan menuju neraka diluar sana dibawah guyuran hujan".
Sang ayah terhenyak dengan jawaban anaknya seraya berkata: "Namun ayah tidak akan keluar dengan cuaca seperti ini", akhirnya anak tersebut meminta izin untuk keluar sendiri. Sang ayah berpikir sejenak dan akhirnya memberikan izin. Iapun mengambil beberapa buku dari ayahnya untuk dibagikan, dan berkata: "terimakasih wahai ayahku".
***
Dibawah guyuran hujan yang cukup deras, ditemani rasa dingin yang menggigit, anak itu membagikan buku kepada setiap orang yang ditemui. Tidak hanya itu, beberapa rumahpun ia hampiri demi tersebarnya buku tersebut.
***
Dua jam berlalu, tersisalah 1 buku ditangannya. Namun sudah tidak ada orang yang lewat di lorong tersebut. Akhirnya ia memilih untuk menghampiri sebuah rumah disebrang jalan untuk menyerahkan buku terakhir tersebut.
Sesampainya di depat rumah, iapun memencet bel, tapi tidak ada respon. Ia ulangi beberapa kali, hasilnya tetap sama. Ketika hendak beranjak seperti ada yang menahan langkahnya, dan ia coba sekali lagi ditambah ketukan tangan kecilnya. Sebenarnya ia juga tidak mengerti kenapa ia begitu penasaran dengan rumah tersebut.
Pintupun terbuka perlahan, disertai munculnya sesosok nenek yang tampak sangat sedih. Nenek berkata: "ada yang bisa saya bantu nak?" Si anak berkata (dg mata yg berkilau dan senyuman yang menerangi dunia): "Saya minta maaf jika mengganggu, akan tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai dan memperhatikan nyonya. Kemudian saya ingin menghadiahkan buku ini kepada nyonya, di dalam nya dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan tips-tips memperoleh keridhoannya.
***
Satu pekan berlalu, seperti biasa sang imam memberikan ceramah di masjid. Seusai ceramah ia mempersilahkan jama'ah untuk berkonsultasi. Terdengar sayup – sayup dr shaf perempuan seorang perempuan tua berkata:"Tidak ada seorangpun yang mengenal saya disini, dan belum ada yang mengunjungiku sebelumnya. Satu pekan yang lalu saya bukanlah seorang muslim, bahkan tidak pernah terbetik dalam pikiranku hal tersebut sedikitpun. Suamiku telah wafat dan dia meninggalkanku sebatang kara di bumi ini".
Dan iapun memulai ceritanya bertemu anak itu.
Ketika itu cuaca sangat dingin disertai hujan lebat, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Kesedihanku sangat mendalam, dan tidak ada seorangpun yang peduli padaku. Maka tidak ada alasan bagiku untuk hidup. Akupun naik ke atas kursi dan mengalungkan leherku dengan seutas tali yang sdh kutambatkan sebelumnya. Ketika hendak melompat, terdengar oleh ku suara bel. Aku terdiam sejenak dan berpikir :"paling sebentar lagi juga pergi".
Namun suara bel dan ketukan pintu semakin kuat. Aku berkata dalam hati: "siapa gerangan yang sudi mengunjungiku,… tidak akan ada yang mengetuk pintu rumahku".
Kulepaskan tali yang sdh siap membantuku mengakhiri nyawaku, dan bergegas ke pintu. ketika pintu kubuka, aku melihat sesosok anak kecil dengan pandangan dan senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku tidak mampu menggambarkan sosoknya kepada kalian.
Perkataan lembutnya telah mengetuk hatiku yang mati hingga bangkit kembali. Ia berkata: "Nyonya, saya datang untuk menyampaikan bahwa Allah Ta'ala sangat menyayangi dan memperhatikan nyonya", lalu dia memberikan buku ini (buku jalan menuju surga) kepadaku.
Malaikat kecil itu datang kepadaku secara tiba-tiba, dan menghilang dibalik guyuran hujan hari itu juga secara tiba2. Setelah menutup pintu aku langsung membaca buku dari malaikat kecilku itu sampai selesai. Seketika kusingkirkan tali dan kursi yang telah menungguku, karena aku tidak akan membutuhkannya lagi.
Sekarang lihatlah aku, diriku sangat bahagia karena aku telah mengenal Tuhanku yang sesungguhnya. Akupun sengaja mendatangi kalian berdasarkan alamat yang tertera di buku tersebut untuk berterimakasih kepada kalian yang telah mengirimkan malaikat kecilku pada waktu yang tepat. Hingga aku terbebas dari kekalnya api neraka.
***
Air mata semua orang mengalir tanpa terbendung, masjid bergemuruh dengan isak tangis dan pekikan takbir… Allahu akbar…
***
Sang imam (ayah dari anak itu) beranjak menuju tempat dimana malaikat kecil itu duduk dan memeluknya erat, dan tangisnyapun pecah tak terbendung dihadapan para jamaah.
Sungguh mengharukan, mungkin tidak ada seorang ayahpun yang tidak bangga terhadap anaknya seperti yang dirasakan imam tersebut.
***
Judul asli : قصة رائعة جدا ومعبرة ومؤثرة
Penerjemah : Shiddiq

NASEHAT UNTUK KAUM ISTRI





Suatu hari seorang wanita tua diwawancarai oleh seorang presenter dalam sebuah acara tentang rahasia kebahagiaannya yang tak pernah putus. Apakah hal itu karena ia pintar memasak? Atau karena ia cantik? Atau karena ia bisa melahirkan banyak anak? Ataukah karena apa?
Wanita itu menjawab: “Sesungguhnya, rahasia kabahagiaan suami istri ada di tangan sang istri. Seorang istri mampu menjadikan rumahnya laksana surga, juga mampu menjadikannya neraka. Jangan Anda katakan karena harta! Sebab betapa banyak istri kaya raya namun ia rusak karenanya, lalu sang suami meninggalkannya. Jangan pula Anda katakan karena anak-anak! Bukankah banyak istri yang mampu melahirkan banyak anak hingga sepuluh namun sang suami tak mencintainya, bahkan mungkin menceraikannya. Dan betapa banyak istri yang pintar memasak. Di antara mereka ada yang mampu memasak hingga seharian tapi meskipun begitu ia sering mengeluhkan tentang perilaku buruk sang suami.”
Maka sang peresenter pun terheran, segera ia berucap: “Lantas, apakah rahasianya?”
Wanita itu menjawab: “Saat suamiku marah dan meledak-ledak, segera aku diam dengan rasa hormat padanya. Aku tundukkan kepalaku dengan penuh rasa maaf. Tapi janganlah Anda diam yang disertai pandangan mengejek, sebab seorang lelaki sangat cerdas untuk memahami itu.”
“Kenapa Anda tidak keluar dari kamar saja?” tukas presenter.
Wanita itu segera menjawab: “Jangan Anda lalukan itu! Sebab suamimu akan menyangka bahwa Anda lari dan tak sudi mendengarkannya. Anda harus diam dan menerima segala yang diucapkannya hingga ia tenang. Setelah ia tenang, aku katakan padanya: Apakah sudah selesai? Selanjutnya aku keluar. Sebab ia pasti lelah dan butuh istirahat setelah melepas ledakan amarahnya. Aku keluar dan melanjutkan kembali pekerjaan rumahku.”
“Apa yang Anda lakukan? Apakah Anda menghindar darinya dan tidak berbicara dengannya selama sepekan atau lebih?” tanya presenter penasaran.
Wanita itu menasehati: “Anda jangan lakukan itu, sebab itu kebiasaan buruk. Itu senjata yang bisa menjadi bumerang buat Anda. Saat Anda menghindar darinya, padahal mungkin saja ia ingin meminta maaf kepada Anda, maka menghindar darinya akan membuatnya kembali marah. Bahkan mungkin ia akan jauh lebih murka dari sebelumnya.”
“Lalu apa yang Anda lakukan?” tanya sang presenter terus mengejar.
Wanita itu menjawab: “Selang satu jam atau lebih, aku bawakan untuknya segelas jus buah atau secangkir kopi, dan kukatakan padanya, Silakan diminum. Aku tahu ia pasti membutuhkan hal yang demikian, maka aku berkata-kata padanya seperti tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.”
“Apakah Anda marah padanya?” ucap presenter dengan muka takjub.
Wanita itu berkata: “Tidak! Dan saat itulah suamiku mulai meminta maaf padaku dan ia berkata dengan suara yang lembut.”
“Dan Anda mempercayainya?” kejar sang presenter.
Wanita itu menjawab: “Ya. Pasti. Apakah Anda ingin aku mempercayainya saat ia marah lalu tidak mempercayainya saat ia tenang?”
“Lalu bagaimana dengan harga diri Anda?” potong sang presenter.
“Harga diriku ada pada ridha suamiku dan pada tentramnya hubungan kami. Dan sejatinya antara suami istri sudah tak ada lagi yang namanya harga diri. Harga diri apa lagi? Padahal di hadapan suami Anda, Anda telah lepaskan semua pakaian Anda.”